Sabtu, 09 April 2011

HADITS DHAIF



A.PENDAHULUAN
Sebagaian orang merasa dibinggungkan dengan melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam. Tetapi kebingungan itu kemudian menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya dari satu segi pandang saja. Misalnya dari segi jumlah perawi, dari segi kualitas dan matan, dilihat dari sifat sanad dan cara penyampaian periwayatan, dari segi sumber berita, segi ketersambungan sanad, dari segi keterputusan sanad serta dilihat dari kecacatan para perawi. Di dalam resume ini hanya akan di bahas hadits yang di tinjau dari segi kualitas sanad dan matan secara spesifik lagi hanya hadits dhaif saja yang akan di bahas.

B.PENGERTIAN HADITS DHAI’F
Hadits dha’if menurut bahasa Ad-dhai’f yang berarti lemah. Secara bahasa hadits dhaif berarti hadits yang lemah,yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasulullah.
Secara istilah, para ulama memberikan batasan bagi hadits dha’if:
Hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih,dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan.

C.KRITERIA HADITS DHA’IF
Kriteria hadits dha’if yaitu hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits sahih dan hasan.Dengan demikian,hadits dhaif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih,juga tidak memenuhi hadits hasan.Pada hadits dha’if terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah.
Kehati-hatian para ahli hadits dalam menerima hadits sehingga mereka menjadikan tidak adanya petunjuk keaslian hadits itu sebagai alas an yang cukup untuk menolak dan menghukuminya sebagai hadits dhai’f .Rendahnya daya hapal rawinya atau kesalahan yang dilakukan dalam meriwayatkan suatu hadits, padahal sebetulnya ia jujur dan dapat dipercaya.Hal ini tidak memastikan bahwa rawi itu salah pula dalam meriwayatkan hadits yang dimaksud, bahkan mengkin sekali benar. Akan tetapi, karena adanya kekhawatiran yang cukup kuat terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadits yang dimaksud, maka mereka menetapkan untuk menolaknya.
Tidak bersambungnya sanad, dihukuki dhaif karena identitas rawi yang tidak tercantum itu tidak diketahui sehingga boleh jadi ia perawi yang tsiqat dan boleh jadi ia perawi yang dhaif, maka boleh jadi ia melakukan kesalahan dalam meriwayatkannya.Oleh karena itu, para muhaddisin menjadikan kemungkinan yang timbul dari suatu kemungkinan itu sebagai suatu pertimbangan dan  menganggapnya sebagai penghalang dapat diterimanya suaru hadits. Hal ini merupakan puncak kehati-hatian yang sistemmatis, kritis dan ilmiah.[1]

D.MACAM-MACAM HADITS DHAI’F

HADITS DHAIF KARENA GUGURNYA RAWI
  1. Hadits Mursal
Hadits mursal menurut bahasa adalah hadits yang terlepas. Para ulama memberikan batasan hadits mursal adalah hayang gugur rawinya di akhis sanad. Yang dimaksud dengan rawi diakhir sanad adalah rawi pada tingkatan sahabat. Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Contoh hadits mursal :
Artinya :
“Rasulullah SAW bersabda : “Antara kita dengan kaum munafik (ada batas), yaitu menghadiri jamaah isya dan subuh: mereka tidak sanggup menghadirinya” (H.R. Malik)
Hadits tersebut diriwayatkan Imam Malik, dari Abdurrahman, dari Harmalah dan dari Said bin Mutsayyab. Siapa sahabat nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Said bin Mutsayyab, tidaklah disebutkan.
Macam-macam hadits mursal :
    1. Mursal tabi’in, hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in dari nabi baik dari perkataan, perbuatan, atau persetujuan, baik tabi’in senior atau yunior tanpa menyebutkan penghubung antara seorang tabi’in dan nabi yaitu seorang sahabat.
Mursal shahabi, yaitu periwayatan di antara sahabat yunior dari nabi, padahal mereka tidak dan tidak mendengar langsung dari beliau.Hal ini terjadi karena mereka masih kecil pada saat itu, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan lain-lain atau masuk Islam belakangan seperti Abu Hurairah yang terbanyak meriwayatkan hadits dan dituduh oleh orientalis sebagai pembohong hadits atau karena absen di majlis nabi. Mereka hanya


[1] Muhammad Ahmad, dkk (Ulumul hadits, Bandung : Pustaka Setia, 2000) hlm. 147-148

Tidak ada komentar:

Posting Komentar